Beranda Polemik Sampah Bandung di Garut: Ancaman Lingkungan dan Tuntutan Transparansi

Polemik Sampah Bandung di Garut: Ancaman Lingkungan dan Tuntutan Transparansi

Oleh, admin
2 bulan yang lalu - waktu baca 3 menit
Diskusi yang digelar di DPC Sekretariat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), Minggu, (19/1/2025). (Ruangrakyatgarut.com)

Ruangrakyatgarut.com– Kabupaten Garut kini tengah menghadapi isu besar terkait rencana Kota Bandung menjadikan wilayah ini sebagai tempat pembuangan sampah.

Kebijakan tersebut memicu protes luas dari masyarakat Garut yang khawatir akan dampak buruknya terhadap lingkungan dan kesehatan. Selain itu, pengambilan keputusan tanpa keterlibatan masyarakat dinilai tidak adil dan bertentangan dengan prinsip transparansi.

Setiap hari, puluhan ton sampah dari Kota Bandung berpotensi dibuang ke Garut, menimbulkan ancaman serius berupa pencemaran lingkungan, bau tak sedap, dan risiko kesehatan.

Dalam jangka panjang, kondisi ini dikhawatirkan akan merusak kualitas hidup masyarakat serta keindahan alam Garut yang selama ini menjadi daya tarik wisata.

Sorotan utama dalam polemik ini adalah keputusan Pj Bupati Garut, Barnas Adjidin, yang dianggap tidak melibatkan masyarakat maupun anggota Dewan Kabupaten Garut dalam proses pengambilan keputusan.

Tokoh masyarakat Garut, Ade Sudrajat, menyatakan bahwa masyarakat merasa dirugikan dan tidak dihargai. “Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan masalah ini. Sampah yang datang dari luar tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengorbankan masa depan generasi di Garut,” ujarnya, Minggu, (19/1/2025).

Dalam diskusi yang digelar di DPC Sekretariat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), berbagai elemen masyarakat dan pemerhati lingkungan mengkritisi rencana tersebut. Ketua GMBI, Ganda Permana, SH, menilai bahwa keputusan ini melanggar prinsip dasar tata kelola yang baik.

“Keputusan seperti ini menunjukkan kurangnya rasa hormat kepada masyarakat Garut. Pemerintah seharusnya terbuka, melibatkan masyarakat, dan mempertimbangkan dampak lingkungan sebelum membuat kebijakan besar seperti ini,” tegas Ganda.

Pemerhati hukum, Indra Kurniawan, SH, menambahkan bahwa kebijakan ini melanggar asas keadilan dalam tata kelola daerah.

“Kebijakan seperti ini mestinya dilakukan melalui mekanisme yang melibatkan masyarakat. Jika dipaksakan, ini bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan yang seharusnya berorientasi pada kepentingan rakyat,” tegasnya.

Pemerhati lingkungan Tedi Sutardi menyoroti dampak lingkungan yang dapat timbul, seperti pencemaran tanah dan sumber air.

Menurutnya, pengelolaan sampah harus dilakukan secara berkelanjutan, bukan dengan mengalihkan beban ke daerah lain.

Para santri yang hadir dalam diskusi juga menekankan pentingnya kebijakan berbasis moral dan sosial. Mereka menilai kebijakan ini bertentangan dengan nilai-nilai keberlanjutan yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Garut.

Diskusi tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa pemerintah Kabupaten Garut perlu mengevaluasi kebijakan ini secara menyeluruh.

Masyarakat mendesak agar pemerintah Kota Bandung mencari solusi lain yang lebih ramah lingkungan dan tidak membebani daerah lain sebagai tempat pembuangan sampah.

Kesimpulan yang muncul adalah bahwa polemik ini bukan sekadar masalah pengelolaan sampah, tetapi juga mencakup isu sosial, lingkungan, dan politik yang lebih luas.

Sebagai daerah dengan potensi wisata dan lingkungan yang asri, Garut memerlukan kebijakan yang melindungi keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan masyarakatnya.

Ke depan, pemerintah Kabupaten Garut perlu memastikan adanya keterbukaan dan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kebijakan strategis.

Dengan demikian, keputusan yang diambil dapat lebih transparan, adil, dan minim konflik. Selain itu, pengelolaan sampah harus menjadi tanggung jawab bersama dengan solusi yang berfokus pada keberlanjutan dan keadilan bagi semua pihak.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.