Beranda Mencari Posisi Pemilih di Pilkada Garut 2024: Antara Kaum Terdidik dan Masyarakat Bawah

Mencari Posisi Pemilih di Pilkada Garut 2024: Antara Kaum Terdidik dan Masyarakat Bawah

Oleh, admin
3 bulan yang lalu - waktu baca 3 menit
Heru Sugiman, Ketua Umum Gabungan Wartawan Nekat (GAWAT)

Ruang Rakyat Garut - Pilkada Garut 2024 sudah di depan mata, dan sebagai calon pemilih, kita dihadapkan pada berbagai pilihan dan pandangan yang berbeda. 

Dalam suasana demokrasi yang hangat, ada dua kelompok pemilih yang kerap kali menonjol: kaum terdidik yang berpikir mendalam dan idealis, serta masyarakat biasa yang lebih pragmatis dalam menentukan pilihan. 

Hal ini mencerminkan realitas politik di lapangan, di mana pilihan dan pendekatan terhadap demokrasi dipandang dari perspektif yang berbeda.

Heru Sugiman, Ketua Gawat (Gabungan Wartawan Nekat), memberikan pandangannya terkait fenomena ini dalam wawancara eksklusif, Rabu, (11/9/2024).

Menurut Heru, kita, sebagai calon pemilih, perlu merefleksikan posisi kita dalam konteks Pilkada Garut 2024.

Kaum Terdidik: Demokrasi yang Rumit dan Idealistis

Heru menjelaskan bahwa ketika berbicara dengan kalangan terdidik, pandangan mereka terhadap demokrasi sering kali penuh dengan nilai-nilai idealisme. 

“Mereka cenderung menekankan integritas, kredibilitas, moralitas, kapabilitas, dan segala macam indikator yang menuntut calon bupati yang sempurna,” ungkap Heru. 

Ia menambahkan bahwa diskusi dengan kaum intelektual ini sering kali berputar pada konsep-konsep besar tentang bagaimana demokrasi seharusnya dijalankan.

“Mereka menginginkan demokrasi yang tegak dan dijalankan dengan benar, tetapi terkadang terlalu rumit dan terkesan jauh dari kenyataan di lapangan. Mereka ingin seorang pemimpin yang benar-benar ideal, yang sempurna dari segala sisi. Namun, dalam praktiknya, pemilu sering kali lebih pragmatis dan sederhana,” kata Heru.

Menurutnya, kalangan terdidik ini mengedepankan pandangan yang sangat teoritis dan mungkin sulit dijangkau oleh masyarakat awam. 

Diskusi mereka seputar Pilkada sering kali dibumbui oleh istilah-istilah yang berat, yang bagi sebagian besar masyarakat justru terasa asing dan tidak relevan dengan kebutuhan sehari-hari mereka.

Masyarakat Bawah: Pilihan Sederhana dan Praktis

Di sisi lain, ketika bertemu dengan masyarakat biasa seperti pemulung, tukang becak, kusir delman, supir angkot, ibu rumah tangga, hingga pemandu lagu, pandangan mereka tentang Pilkada Garut 2024 lebih simpel dan langsung. 

“Ketika ditanya siapa yang mereka pilih dalam Pilkada, jawaban mereka sederhana: ‘Saha we nu mere duit gede, ku aing pasti dipilih’,” kata Heru, menirukan respons masyarakat.

Heru menilai bahwa pemikiran ini sangat mencerminkan realitas hidup sehari-hari dari masyarakat bawah yang lebih memprioritaskan kebutuhan langsung mereka. 

“Bagi mereka, Pilkada adalah momen di mana ada keuntungan materi yang bisa didapat, dan itulah yang membuat mereka lebih pragmatis dalam menentukan pilihan,” ujar Heru. 

Ia tidak menyalahkan pandangan ini, melainkan menegaskan bahwa masyarakat pada posisi ini beroperasi dengan logika yang sangat berbeda dari kalangan terdidik. “Mereka hidup dalam realitas ekonomi yang berat, jadi wajar jika kebutuhan materi menjadi penentu utama dalam memilih calon bupati. Mereka lebih fokus pada apa yang bisa mereka dapatkan secara langsung, daripada memikirkan konsep-konsep besar yang abstrak.”

Di Mana Posisi Kita?

Pertanyaannya kemudian, sebagai pemilih, di mana kita berada dalam spektrum ini? Heru mengajak masyarakat untuk merenung dan menemukan posisi mereka. 

“Apakah kita termasuk dalam kalangan terdidik yang idealis, atau kita berada di kelompok masyarakat bawah yang lebih pragmatis?” tanya Heru.

Menurut Heru, tidak ada yang salah dengan kedua pendekatan ini, namun ia mengingatkan bahwa pemilih harus tetap kritis. “Jika kita hanya berpikir praktis tanpa mempertimbangkan kualitas calon, kita berisiko memilih pemimpin yang mungkin tidak membawa perubahan signifikan bagi daerah kita. Namun, jika kita terlalu idealis dan tidak realistis, kita bisa kehilangan pemimpin yang sebenarnya mampu membawa perubahan, meskipun tidak sempurna.”

Heru menutup dengan mengajak semua pemilih di Garut untuk menyadari pentingnya posisi mereka dalam demokrasi. “Pemilu adalah hak setiap warga negara. Entah kita berada di lingkaran elit intelektual atau masyarakat bawah, yang terpenting adalah kita menggunakan hak pilih kita dengan bijak dan penuh tanggung jawab. Jangan hanya tergiur oleh janji-janji atau iming-iming sesaat, tetapi pikirkan dampak jangka panjang bagi masa depan Garut.”

Antara Harapan dan Realitas

Pilkada Garut 2024 bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga soal menegaskan kedaulatan rakyat. 

Dalam demokrasi, setiap suara, baik dari kaum terdidik maupun masyarakat bawah, memiliki kekuatan yang sama. 

Namun, dengan kesadaran yang lebih mendalam tentang posisi kita sebagai pemilih, kita bisa memilih dengan lebih bijaksana dan memikirkan masa depan Garut yang lebih baik. (*)

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.