Beranda Kapital dan Kekuasaan: Pengkhianatan Terhadap Rakyat

Kapital dan Kekuasaan: Pengkhianatan Terhadap Rakyat

Oleh, admin
3 bulan yang lalu - waktu baca 3 menit
Dera Hermana

Oleh: Dera Hermana*

Dalam sejarah panjang bangsa-bangsa, kita melihat pola yang berulang: kekuasaan dan kapital selalu bergandengan tangan. 

Di balik narasi-narasi tentang pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan modernisasi, terselip kenyataan pahit bahwa aliansi antara penguasa dan kapitalis lebih sering mengabaikan kesejahteraan rakyat. 

Pertanyaannya bukan lagi apakah rakyat akan mendapatkan manfaat dari hubungan ini, melainkan berapa besar kerugian yang harus mereka tanggung.

Kapitalisme: Alat Kekuasaan untuk Mempertahankan Kendali

Kapitalisme modern telah mengakar sebagai sebuah sistem ekonomi global yang menguntungkan segelintir elit. 

Namun, kapitalisme ini bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga soal kekuasaan. Penguasa menggunakan kapital untuk memperkuat posisi mereka, sedangkan para kapitalis memanfaatkan penguasa untuk memperluas kontrol atas sumber daya dan pasar. 

Pada akhirnya, rakyat kecil selalu berada di pihak yang dirugikan, terjebak dalam ketimpangan dan eksploitasi.

Di Indonesia, fenomena ini sangat nyata. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan yang menguntungkan investor asing atau konglomerat lokal, rakyat kecil yang berjuang di sektor informal atau menjadi buruh harian kerap kali hanya mendapatkan remah-remah dari "pesta ekonomi" tersebut. 

Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi sumber penghidupan petani tiba-tiba berubah menjadi pabrik, pusat perbelanjaan, atau perumahan mewah.

Para penguasa beralasan bahwa investasi asing akan membawa lapangan kerja dan kesejahteraan, namun kenyataannya yang terjadi justru penggusuran dan marginalisasi.

Siapa yang Untung, Siapa yang Buntung?

Ketika penguasa berbicara tentang "pertumbuhan ekonomi" atau "kemajuan bangsa," siapa yang sebenarnya diuntungkan? Laporan-laporan pertumbuhan PDB sering kali menutupi fakta bahwa yang menikmati pertumbuhan itu adalah kalangan kapitalis dan penguasa yang memiliki kepentingan bersama. 

Sementara itu, mayoritas rakyat tetap berada di bawah garis kemiskinan, atau bahkan terdorong lebih dalam ke jurang ketidakadilan.

Proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang sering kali didengungkan oleh pemerintah tidak jarang menjadi ajang bagi segelintir elit untuk memperkaya diri.

Kebijakan yang diambil tidak selalu berdasarkan kepentingan publik, melainkan untuk mengakomodasi keinginan kapital.

Hal ini menjadikan sistem birokrasi tidak lagi bekerja untuk rakyat, melainkan untuk pemilik modal yang memiliki hubungan erat dengan penguasa.

Proyek-proyek infrastruktur memang terlihat megah, tetapi kesejahteraan rakyat seakan menjadi angan-angan yang jauh dari kenyataan.

Perselingkuhan yang Menghancurkan

Aliansi antara penguasa dan kapital bukanlah sekadar kolaborasi bisnis. Ini adalah perselingkuhan yang menghancurkan tatanan sosial dan ekonomi rakyat. 

Ketika kebijakan disusun untuk melayani kepentingan kapitalis, rakyat tidak lagi memiliki akses yang adil terhadap sumber daya. 

Hal ini terlihat dari privatisasi air, listrik, dan layanan publik lainnya yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Pada akhirnya, rakyat harus membayar mahal untuk layanan yang sebelumnya disediakan oleh negara.

Perselingkuhan ini juga menjangkiti sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan.

Dengan merambahnya kapitalisme ke dunia pendidikan, akses terhadap pendidikan yang berkualitas menjadi semakin sulit bagi anak-anak dari keluarga miskin.

Sistem pendidikan yang seharusnya mencetak generasi cerdas dan kritis, kini justru melahirkan tenaga kerja yang siap dieksploitasi oleh sistem kapitalis.

Jalan Menuju Keadilan Sosial

Selama kekuasaan dan kapital terus berselingkuh, keadilan sosial akan tetap menjadi mimpi yang sulit terwujud. 

Rakyat tidak akan pernah sejahtera jika sistem politik dan ekonomi yang ada hanya melayani kepentingan segelintir orang. 

Untuk mencapai kesejahteraan yang sejati, kita membutuhkan perubahan mendasar dalam tatanan sosial dan politik kita. 

Kekuatan rakyat harus diorganisir, dan mereka harus memiliki kendali atas sumber daya mereka sendiri.

Langkah pertama adalah membongkar hubungan yang tidak sehat antara penguasa dan kapital.

Rakyat harus berani menuntut transparansi, akuntabilitas, dan kebijakan yang benar-benar pro-rakyat.

Kita harus membangun sistem yang berbasis solidaritas, di mana kesejahteraan bersama menjadi prioritas utama, bukan keuntungan segelintir elit.

Selama kekuasaan tetap bersekongkol dengan kapital, jangan pernah berharap bahwa rakyat bisa sejahtera.

Hanya dengan mengakhiri perselingkuhan ini, kita bisa membuka jalan menuju masa depan yang lebih adil dan berkeadilan sosial. (*)

 

---

 

*Dera Hermana adalah seorang penulis yang fokus pada isu-isu sosial, politik, dan ekonomi dengan pendekatan kritis terhadap kapitalisme dan kekuasaan.***

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.