Beranda Ini Sebabnya Kejari Garut Dipraperadilankan dan Dilaporkan ke KPK dalam Kasus Dugaan Korupsi DPRD Garut

Ini Sebabnya Kejari Garut Dipraperadilankan dan Dilaporkan ke KPK dalam Kasus Dugaan Korupsi DPRD Garut

Oleh, admin
4 bulan yang lalu - waktu baca 3 menit
Asep Muhidin, S.H., M.H.

Ruang Rakyat Garut - Tim Advokasi dari Asep Muhuidin, S.H., M.H. dan Rekan menyoroti tajam perkembangan kasus dugaan korupsi dana BOP dan reses DPRD Garut periode 2014-2019 yang semakin memanas.

Pasalnya, setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus ini, tim advokasi ini menyatakan akan mengajukan kembali praperadilan. 

Terkait hal tersebut, Asep Muhidin, S.H, M.H., memberikan keterangan resminya di kantornya, jalan Cipanas, Garut, Jawa Barat, Kamis (05/09/2024).

"Selain itu, kami berencana melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat dugaan kerugian negara yang cukup besar dan ketidakmampuan Kejaksaan Negeri Garut dalam menuntaskan kasus ini," ungkap Asep.

Alasan Asep, kerugian negara dalam kasus ini sangat besar, sehingga pihaknya merasa Kejaksaan tidak mampu menangani dan menyelesaikannya dengan baik.

Menurut pengacara kasus Vina Citebon ini, bukti permulaan terkait dugaan korupsi sudah terkumpul meliputi sejumlah surat resmi dan petunjuk yang sah sesuai Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Asep menegaskan bahwa bukti tersebut akan diperdalam oleh KPK dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Berdasarkan Pasal 187 KUHAP, bukti surat bisa berupa berita acara atau dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang, yang menjelaskan fakta atau keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami langsung.

Manurut Asep dalam putusan praperadilan nomor 1/Pid.Pra/2024/PN Grt, pada halaman 41-42, seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Garut memberikan keterangan bahwa "kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan periode 2014-2019 sedang diselidiki, namun tiba-tiba muncul SP3." 

Jaksa tersebut juga menyebutkan potensi kerugian negara dari dana BOP sebesar Rp 40 miliar dan dari dana Pokir sebesar Rp 140 miliar. 

Keterangan ini, menurut pihak yang mengajukan praperadilan, bukanlah hal yang bisa dianggap remeh, karena disampaikan oleh jaksa yang terlibat langsung dalam penyidikan.

"Bukti yang kami miliki tidak hanya terbatas pada dokumen tertulis, tapi juga petunjuk kuat lainnya. KPK nantinya bisa memanggil jaksa yang memberikan kesaksian tersebut untuk menjelaskan lebih lanjut dasar perhitungan kerugian negara, yang mencapai puluhan miliar rupiah," tambahnya.

Mengacu pada Pasal 188 Ayat (2) KUHAP, alat bukti petunjuk bisa diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Dalam hal ini, keterangan jaksa yang menyebutkan adanya kerugian negara bisa menjadi petunjuk penting yang akan diperiksa lebih lanjut oleh KPK.

Selain itu, mereka juga mengutip Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa hakim merupakan pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung. 

"Itu artinya, putusan hakim bisa dianggap sebagai alat bukti surat yang sah, selama dokumen tersebut memenuhi syarat keaslian dan sesuai dengan isi yang diputuskan," kata Asep.

Dengan sejumlah bukti kuat dan dasar hukum yang jelas, menurut Asep, laporan kepada KPK dianggap sebagai langkah yang tepat untuk mendorong penuntasan kasus ini. 

Para pelapor berharap, KPK dapat mengusut lebih dalam dan menyelidiki siapa saja yang terlibat dalam dugaan korupsi ini.

"Kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dengan kerugian negara yang begitu besar, kami percaya bahwa KPK adalah lembaga yang tepat untuk menangani kasus ini dengan lebih efektif dan transparan," tandas Asep.

Diharapkan, dengan keterlibatan KPK, kasus ini dapat terungkap secara lebih jelas dan pihak-pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban atas dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara. (***)

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.